Hoarding Disorder: Gangguan Psikologis Menimbun Barang



Menyimpan benda yang kita anggap penting adalah hal yang wajar. Namun, jika sampai merasa enggan membuang barang tak terpakai sampai menumpuk di rumah, kamu patut mewaspadai adanya gangguan bernama hoarding disorder.

Hoarding disorder atau gangguan menimbun barang, termasuk ke dalam gangguan mental. Pengidapnya menimbun barang tak terpakai—termasuk sampah—hingga menggunung di rumah dan membuat penghuninya sukar bergerak. Bahkan, ada serial dokumenter yang mengulas tentang gangguan ini.

Nah, biar kamu makin paham, yuk simak fakta-fakta seputar hoarding disorder berikut ini!



1. Beda dengan kolektor, pengidap hoarding disorder menimbun barang tak terpakai


Jika kolektor suka mengumpulkan barang tertentu yang memiliki nilai (seperti prangko, uang kuno, karya lukisan tertentu, dan sebagainya), hoarding disorder adalah "hobi" mengumpulkan barang yang sebetulnya tak lagi memiliki nilai guna, bahkan terlihat seperti sampah.

American Psychiatric Association (APA) menerangkan, pengidap gangguan ini kesulitan untuk menyingkirkan harta bendanya, hingga menyebabkan kekacauan dalam hidupnya.

"Journal of Front Psychiatry" pada tahun 2017 menyebutkan bahwa masalah kesehatan mental ini menyerang sekitar 2-5 persen populasi.

Pada banyak kasus, hoarding disorder lebih banyak terjadi pada pria ketimbang wanita, serta lebih sering dialami oleh orang dewasa berusia antara 55-94 tahun dibandingkan dengan rentang usia dewasa yang lebih muda.



2. Penderita merasa memiliki ikatan khusus dengan barang-barang miliknya

Dikutip dari laman American Psychiatric Association, penderita hoarding disorder meletakkan barang-barang secara acak di berbagai sudut rumah. Sebagian besar dari orang-orang tersebut merasa benda yang disimpannya memiliki nilai sentimental dan/atau menganggap bahwa barang tersebut akan berguna di kemudian hari.

Bahkan, sebagian dari mereka melaporkan bahwa hidupnya lebih tenang dan aman dengan dikelilingi benda-benda tersebut.

Saking banyaknya barang yang disimpan, mereka dan orang-orang di sekitarnya akan kesulitan untuk bergerak di antara tumpukan barang-barang tersebut. Belum lagi rumah jadi sulit untuk dibersihkan, sehingga lama-lama dapat mengancam kesehatan fisik.



3. Bukan hanya menumpuk barang, tapi juga bisa hewan

Melansir laman Anxiety and Depression Association of America (ADAA), pengidap hoarding disorder bukan cuma senang menimbun barang, tetapi juga hewan. Dilaporkan bahwa tak kurang dari 250 ribu hewan menjadi korban dari animal hoarding ini setiap tahunnya.

Ulasan Karen L. Cassiday, PhD, dari Anxiety Treatment Center, Amerika Serikat, di laman ADAA menyebut, penderita gangguan ini menganggap dengan memelihara banyak hewan, bahkan hingga ratusan, mereka mampu merawat dan menyelamatkan hewan-hewan tersebut. Namun, kenyataannya hewan-hewan tersebut terabaikan dan tidak terawat dengan baik.

Sebagian besar hewan akan menjadi korban dari ‘niat baik’ yang berakhir dalam keadaan menyedihkan.



4. Indikasi bisa muncul di rentang usia remaja

"Journal Front Psychiatry" tahun 2017 menyebutkan, indikasi hoarding disorder bisa terlihat di tingkat subklinis pada usia remaja awal atau belasan tahun. Dampak dari gangguan ini bisa bertambah buruk seiring dengan pertambahan usia.

Lebih lanjut, hoarding disorder semakin tampak jelas pada orang usia dewasa akhir atau paruh baya. Hal ini bisa dipengaruhi faktor kepribadian, riwayat keluarga, hingga pengalaman hidup yang penuh tekanan. Ini juga termasuk pengalaman menyedihkan seperti kehilangan orang tercinta atau peristiwa traumatis lainnya.

Menurut ADAA, gejala yang perlu diwaspadai antara lain:

Tidak mampu membuang barang.
Rasa cemas yang parah bila ingin membuang suatu barang.
Sulit mengategorikan atau mengatur benda-benda miliknya.
Tak bisa memutuskan tentang apa barang yang bisa disimpan atau di mana meletakkannya.
Ada perasaan sengsara, misalnya merasa kewalahan atau malu dengan barang-barang yang dimilikinya.
Curiga bila ada orang lain yang menyentuh barang miliknya.
Muncul pikiran dan tindakan obsesif, yakni takut barang-barang yang dimilikinya kurang, kehabisan, hilang, atau merasa akan membutuhkannya suatu hari nanti (misalnya dengan mengecek tempat sampah karena khawatir tak sengaja membuang barang yang dianggap berharga).
Gangguan fungsional, termasuk berkurangnya ruang di tempat tinggal, isolasi sosial, perselisihan keluarga atau perkawinan, kesulitan keuangan, dan bahaya kesehatan.



5. Penyebabnya belum diketahui secara pasti

Dilansir dari laman Mayo Clinic, penyebab pasti hoarding disorder belum diketahui, sehingga sulit untuk menemukan cara untuk mencegahnya. Namun, seperti banyak kondisi gangguan kesehatan mental lainnya, mendapatkan penanganan yang cepat sejak timbulnya gejala akan mampu mencegah gangguan makin parah.

Gangguan ini akan menimbulkan banyak masalah jika tidak ditangani secara serius. Sebuah artikel kesehatan yang dipublikasikan oleh National Library of Medicine tahun 2017 menyatakan, hoarding disorder merupakan masalah klinis yang sulit untuk diobati.

Selain itu, gangguan biasanya diikuti oleh masalah kesehatan lainnya, seperti gangguan penglihatan, depresi, kegelisahan, hiperaktif, dan ketergantungan alkohol. Masalah seperti konflik keluarga, gangguan isolasi sosial, performa kerja, dan cedera juga mengintai.

Kegemaran menimbun barang ini juga bisa menjadi tanda kondisi yang mendasarinya, seperti obsessive compulsive disorder (OCD), jenis gangguan kecemasan lainnya, depresi, dan demensia.



6. Langkah jika kamu atau orang lain yang kamu kenal memiliki gangguan ini

Jangan ragu atau ajak orang tersebut secara baik-baik untuk berkonsultasi dengan ahli kesehatan jiwa atau psikiater. Nantinya, dokter akan melakukan pemeriksaan yang dibutuhkan, khususnya untuk mengetahui seberapa besar dampak hoarding disorder terhadap kualitas hidup orang tersebut.

Pilihan penanganannya bisa dengan terapi perilaku kognitif. Pada kasus tertentu, bisa juga diresepkan obat-obatan, misalnya obat antidepresan, sesuai dengan kondisi yang mendasarinya.

Tak hanya membuat pemandangan rumah jadi tak sedap, hoarding disorder juga mengganggu kualitas hidup dan kesehatan penderitanya, baik fisik maupun mental. Oleh karena itu, mereka perlu didukung agar mau berkonsultasi dengan ahlinya

Dikutip dari: Jogja/Idntimes

Comments

Popular Posts